Pertama, penguatan pendidikan agama dalam pendekatan moderasi beragama mulai dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi. Kedua, pelibatan tokoh agama ; Radikalisme terorisme menjadi strategi dan materi dakwah. Keseimbangan Dakwah keagamaan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Ketiga pelibatan lembaga keagamaan, seperti, MUI memberikan fatwa hukum larangan radikalisme terorisme tersosialisasi secara menyeluruh. Keempat, pengelolaan 10.000 masjid di Indonesia berorientasi kepada pencegahan terorisme,cinta NKRI dan moderasi beragama dan terakhir penguatan ormas keagamaan dalam pengembangan media dakwah (channel youtube dan lainnya).
Hal tersebut dikemukakan, Dr. Nispul Khoiri saat menjadi narasumber kegiatan pencegahan radikalisme dan terorisme bertajuk: “Internalisasi Nilai-Nilai Agama, Sosial, Ekonomi dan Budaya melalui Training of Trainer menjadi Guru Pelopor Moderasi Beragama di Sekolah dan Lomba “Pembuatan Bahan Ajar Berupa Video Pendek Sosiodrama Moderasi Beragama” melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sumatera Utara.
Kegiatan yang digelar FKPT berlangsung, Kamis (18/8) di Maha Vihara Maitreya Komplek Perumahan Cemara Asri No.8 Jl. Bouleverd Raya, Medan Estate, Kec. Percut Sei Tuan. Pembacaan doa.
Hadir dalam kegiatan itu Drs. Ishaq Ibrahim, MA ketua FKPT Sumatera Utara, Nisan Setiadi, SE deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi.
Lebih jauh, dikemukakan Nispul Khoiri, radikalisme dan terorisme juga dapat dicegah melalui pola sosial dan budaya. Yakni, penguatan perlindungan keluarga, kemudian, pelibatan Ormas Sosial keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah dan lainnya.
Selanjutnya, penguatan kearifan lokal.Seperti Dalihan Natolu (Tungku Berkaki Tiga) Adanya hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan mempertalikan satu kelompok, dan lain sebagainya dan pelibatan generasi millenial ; Penguatan terhadap cinta budaya Indonesia baik secara teori maupun aplikatif.
Nispul Khoiri mengatakan, pencegahan radikalisme harus dilakukan secara masif dan total, mengingat kejahatan ini bersifat Ekstra Ordinary Crime. Kejahatan luar biasa, yang dilakukan secara sistematis, profesional dan terorganisir yang berskala regional internasional, memiliki tujuan politik dan ideology dengan cara menimbulkan rasa takut, panik, chaos di masyarakat sehingga menimbulkan korban tidak berdosa.
“Kejahatan terorisme didukung pula oleh motivasi kuat dari pelakunya secara khusus yang sudah memperhitungkan kondisi hukum di suatu Negara,” tegasnya. Karena itu, sambungnya, penanganan radikalisme dan terorisme harus serius, tidak cukup mengandalkan peranan Negara (BPNPT, Densus 88 dan lainnya), tetapi juga membutuhkan peran masyarakat mulai dari antisipasi, pencegahan, penumpasan hingga deradikalisasi.
Nispul Khoiri mengatakan, faktor terjadinya radikalisme, karena kesalahan pemahaman keagamaan (seperti konsep jihad, takfiri, hijrah dan khilafiyah) (2).Ketidak adilan (3). Faktor kultural seperti antitesa terhadap budaya Barat (4). Keterbatasan Akses Politik (5). Kesejahteraan Ekonomi (6). Pendidikan rendah. Bentuk kejahatan terorisme antara lain, bom bunuh diri, penyerangan rumah ibadah dan tokoh agama, perampokan Bank, penyerangan kantor kepolisian,penolakan pancasila dan lainnya.
Sedangkan, strategi kelompok terorisme ke masyarakat yakni pendekatan pendidikan : Pondok Pesantren, Perguruan Tinggi, pembentukan dan pengembangan melalui organisasi, pendekatan keluarga dan masyarakat, Pendekatan Media dakwah dan pendekatan Media sosial.
Dalam mencegah radikalisme dan terorisme, menurutnya perlu ada sinergi antara komponen masyarakat, kementerian dan semua Lembaga yang ada di Indonesia (2). Penanganan terorisme harus dilakukan secara total. Karena terorisme menggunakan spektrum kehidupan manusia; ekonomi, perbankan, narkoba, cyber, lone wolf dan lainya (3).
Penanganan jaringan terorisme harus dilakukan serius dan terfokus. Diakhir acara, Dr. Nispul Khoiri menyerahkan bukunya kepada itu Drs. Ishaq Ibrahim, MA ketua FKPT Sumatera Utara. (red)
0 komentar:
Posting Komentar